Sinopsis
Novel
Abdul Hamid biasa dipanggil si Dul adalah
seorang anak yang baik. Dia sangat menghormati orangtuanya dan dia senang
bermain dengan anak laki-laki maupun perempuan. Saat itu si Dul sedang bermain
dengan Asnah, mereka bermain masak-masakan. Sapii teman si Dul yang lain ikut
bermain tetapi dia sedang kesal ada 2 orang teman sebayanya menganggu. Sapii
adalah anak pemarah dan ringan tangan, sehingga permainan itu terganggu karena
dia melampiaskan marahnya disitu. Asnah pun menangis karena semua mainannya
rusak dan ia melempar Sapii dengan cabai dan lari ke pohon sauh. Mata sapi
terasa perih dan ia ingin membalasnya tetapi Asnah membawa pisau.
Si Dul yang mengambil barang dirumahnya itu
mendengar tangis Asnah, lalu ia berlari mendekati Asnah dan bertanya mengapa ia
menangis, tetapi Asnah tidak menjawab dan melihat ke arah Sapii di dekat tempat
dia bermain tadi dengan semua barang yang berantakan. Si Dul mendekati Sapii
dan bertanya mengapa Asnah menangis, tetapi Sapii malah menantang si Dul berkelahi.
Si Dul berpikir, badan Sapii yang besar tridak menjadi masalah baginya tetapi
karena dia bersama dengan Saari. Akhirnya berkelahilah mereka, Sapii yang
terkena tinju beberapa kali meminta bantuan Saari. Saari akan menangkap si Dul
dari belakang tetapi dia terkena tendangan si Dul, anak-anak kampong mulai
mengerubungi dan menyemangati si Dul dan Saapi.
Ibu si Dul yang mendengar kegaduhan di luar
rumah akhirnya keluar dan menghentikan perkelahian, anak-anak berlari
meninggalkan tempat tersebut. Tetapi Sapii belum puas dan menantang si Dul di
lain waktu. Si Dul pulang ke rumah bersama ibunya. Dan sesampai di rumah ia
dimandikan oleh ibunya. Setelah mandi ia tidak boleh bermain keluar.
Si dul bermain sendirian di rumah, meski
pintu pagar terbuka dia tidak berani keluar karena takut durhaka kepada ibunya.
Dia duduk dan berpikir kalau dia bertemu Sapii lagi dia akan memukul perutnya
dan menendang kepalanya sampai Sapii makan tanah. Dia pun bermain di luar rumah
tetapi tidak melewati pagar. Si Dul bermsin dengan Asnah dan teman perempuannya
yang lain, tidak terasa waktu sudah sore, si Dul pun harus pergi mengaji.
Si Dul mengaji dirumah Uak Salim yang tidak
lain adalah engkongnya sendiri. Ia adalah mantan jawara di kampong sehingga
orang-orang takut kepadanya. Matanya hanya tinggal satu yang kiri, tapi tiada
yang tau kenapa mata yang kanan itu, karena setiap ditanya dia tidak pernah
menjawab. Semenjak matanya tinggal satu ia menjadi orang baik dan mengajar
mengaji anak-anak. Meski seperti itu, kadang-kadang keluar juga sifat
pemarahnya seperti waktu muda. Ia mendapat uang dari sedekah anak-anak yang
mengaji, sedekahnya itu dibelikan kambing. Sehingga sesudah anak-anak mengaji
mendapat giliran piket membersihkan ruangan dan member makan kambing.
Sekarang giliran si Dul member makan
kambing. Tetapi si Dul kesal dengan kambing itu karena pernah ditarik dan
dibawa keliling kampong oleh kambing itu. Kali itu ia mencari makan bersama
Amje, Mamat, dan Dedek, karena jauh dari hutan mereka pun mencuri daun di
perkarangan orang, dan si Dul yang memanjat pohon. Saat si Dul mendapat
beberapa daun pemilik rumah datang, teman-teman si Dul pun lari membawa daun
tersebut dengan meninggalkan si Dul. Pemilik rumah mengejar si Dul sambil
membawa kayu, si Dul merasa takut tetapi dia bisa lolos. Dan sesampai di
kandang sudah dilihatnya daun yang diambil tadi. Engkongnya bertanya mana daun
milik si Dul dan si Dul menjawab daunnya sudah bersama teman-temannya tadi.
Tetapi engkongnya tidak percaya dan menyuruh si Dul mencari daun lagi, dan
diletakkan kembali ke dalam kandang.
Lalu si Dul pulang, di perjalanan pulang ia
bertemu dengan Amje, si Dul marah kepada Amje karena telah membohonginya.
Mereka berkelahi dengan hebat. Amje terluka dan pulang ke rumahnya, sedangkan
si Dul terkena gigitan Amje di lengannya. Ibu si Dul mengetahahui hal itu dan
memarahinya, sedangkan bapaknya malah menyuruh makan dan mengganti pakaian.
Setelah itu bapaknya bercerita kepada si Dul, sewaktu masih keciul dia sama
dengan si Dul malahan lebih parah lagi, dia jawara dikampungnya. Lebaran hampir
tiba, si Dul berkata ia ingin sekolah tetapi bapaknya melarang karena ia hanya
anak kampunbg yang harus mengaji saja. Keesokan harinya ibu si Dul mendapat
berita bahwa suaminya kecelakan dan meninggal dunia.
Setelah tujuh hari berlalu makin terasa
kesengsaraan, semua barang telah habis terjual dan akhirnya ibu si Dul
berjualan nasi ulam. Karena engkongnya melarang wanita untuk berjualan diluar
rumah. Lama waktu telah berlalu, kehidupan si Dul makin membaik, ibunya sudah mempunyai
suami baru. Dan si Dul juga mempunyai saudara tiri bernama Marjuki. Tetapi
sesungguhnya engkongnya tidak menyetujui pernikahan itu karena agama laki-laki
tersebut tidak jelas. Bapak tiri si Dul berniat menyekolahi si Dul tetapi tidak
boleh oleh engkongnya. Anak betawi tidak perlu sekolah yang penting sholat dan
mengaji katanya. Karena sifat engkongnya seperti itu semua kemauannya harus
dituruti. Pak lurah mengetahui hal itu dan menyuruh si Dul bersekolah, urusan
dengan engkongnya pak lurah lah yang mengatur. keinginan si Dul pun tercapai
meski tidak mendapat izin sepenuhnya dari Uak Salim engkongnya itu.
0 komentar:
Posting Komentar